Judul : Bayangan anjing
Oleh : Ayu Janatun Fitri
Seekor anjing yang mendapatkan sebuah tulang dari seseorang,
berlari-lari pulang ke rumahnya secepat mungkin dengan senang hati.
Ketika dia melewati sebuah jembatan yang sangat kecil, dia menunduk ke
bawah dan melihat bayangan dirinya terpantul dari air di bawah jembatan
itu. Anjing yang serakah ini mengira dirinya melihat seekor anjing lain
membawa sebuah tulang yang lebih besar dari miliknya.
Bila saja dia berhenti untuk berpikir, dia akan tahu bahwa itu hanyalah
bayangannya. Tetapi anjing itu tidak berpikir apa-apa dan malah
menjatuhkan tulang yang dibawanya dan langsung melompat ke dalam sungai.
Anjing serakah tersebut akhirnya dengan susah payah berenang menuju ke
tepi sungai. Saat dia selamat tiba di tepi sungai, dia hanya bisa
berdiri termenung dan sedih karena tulang yang di bawanya malah hilang,
dia kemudian menyesali apa yang terjadi dan menyadari betapa bodohnya
dirinya.
======
Pemerah Susu dan Embernya
Seorang wanita pemerah susu telah memerah susu dari beberapa ekor sapi
dan berjalan pulang kembali dari peternakan, dengan seember susu yang
dijunjungnya di atas kepalanya. Saat dia berjalan pulang, dia berpikir
dan membayang-bayangkan rencananya kedepan.
"Susu yang saya perah ini sangat baik mutunya," pikirnya menghibur diri,
"akan memberikan saya banyak cream untuk dibuat. Saya akan membuat
mentega yang banyak dari cream itu dan menjualnya ke pasar, dan dengan
uang yang saya miliki nantinya, saya akan membeli banyak telur dan
menetaskannya, Sungguh sangat indah kelihatannya apabila telur-telur
tersebut telah menetas dan ladangku akan dipenuhi dengan ayam-ayam muda
yang sehat. Pada suatu saat, saya akan menjualnya, dan dengan uang
tersebut saya akan membeli baju-baju yang cantik untuk di pakai ke
pesta. Semua pemuda ganteng akan melihat ke arahku. Mereka akan datang
dan mencoba merayuku, tetapi saya akan mencari pemuda yang memiliki
usaha yang bagus saja!"
Ketika dia sedang memikirkan rencana-rencananya yang dirasanya sangat
pandai, dia menganggukkan kepalanya dengan bangga, dan tanpa disadari,
ember yang berada di kepalanya jatuh ke tanah, dan semua susu yang telah
diperah mengalir tumpah ke tanah, dengan itu hilanglah semua
angan-angannya tentang mentega, telur, ayam, baju baru beserta
kebanggaannya.
======
Burung Gagak dan Sebuah Kendi
Pada suatu musim yang sangat kering, dimana saat itu burung-burungpun
sangat sulit mendapatkan sedikit air untuk diminum, seekor burung gagak
menemukan sebuah kendi yang berisikan sedikit air. Tetapi kendi tersebut
merupakan sebuah kendi yang tinggi dengan leher kendi sempit.
Bagaimanapun burung gagak tersebut berusaha untuk mencoba meminum air
yang berada dalam kendi, dia tetap tidak dapat mencapainya. Burung gagak
tersebut hampir merasa putus asa dan merasa akan meninggal karena
kehausan.
Kemudian tiba-tiba sebuah ide muncul dalam benaknya. Dia lalu mengambil
kerikil yang ada di samping kendi, kemudian menjatuhkannya ke dalam
kendi satu persatu. Setiap kali burung gagak itu memasukkan kerikil ke
dalam kendi, permukaan air dalam kendipun berangsur-angsur naik dan
bertambah tinggi hingga akhirnya air tersebut dapat di capai oleh sang
burung Gagak.
======
Seruling Ajaib
Matahari bersinar dengan teriknya. Dimas, Bagas, Satria, dan Ludvi
berjalan pulang sekolah menuju rumah Ludvi. Mereka akan mengerjakan
tugas kelompok. Saking panasnya, Bagas mengeluh,
“Mataharinya panas banget. Dimas, jajanin es dong.”
“Iya nih. Traktirin, ya… Please…” Satria memasang muka memelas.
“Ah, teman-teman, bentar lagi juga nyampe rumahku. Ntar begitu nyampe
aku bikinin es teh, apa es jeruk, es buah, es sandal, terserah deh!”
kata Ludvi sambil mengelap keringatnya.
Nampak sebuah mobil, ternyata mobil Doni.
“Hai kawan-kawan!” sapa Doni membuka jendela mobil. “Cepetin jalannya, ya. Dadahh…” seru Doni.
Dimas hanya sebal. “Huh, makanya ajak kami juga dong!”
Sahabat-sahabatnya hanya ikut bersungut-sungut.
Tibalah mereka di rumah Ludvi. Benar, Dimas, Bagas, dan Satria disuguhi minuman es.
“Eh, mana es sandalnya?” canda Dimas
“Ih… Dimas, kamu mau? Sana ambil sandalnya Ludvi. Sana…” sahut Satria bercanda. Mereka tergelak.
Satu jam kemudian, tugas mereka telah selesai.
“Horee… Selesai. Main yuk!” ajak Ludvi senang.
“Ayo ayo,” balas Bagas mewakili sahabat-sahabatnya.
Mereka bermain petak umpet di lapangan. Tiba-tiba, datanglah pembuat onar. Ada Rifki, Abel, Rizal, dan Izzul.
“Heh, kalian. Ngapain main di lapangan kami?!” seru Rifki.
“Ini kan bukan lapangan kalian sendiri!” balas Bagas tak terima.
“Kalo gitu, masing masing beri Rp 5.000,00 ke kami!” kata Izzul.
“Ya nggak bisa,” sahut Dimas tidak terima juga.
Rifki mendorong Dimas hingga terjatuh dan terluka, lalu meninggalkannya. Teman-teman Dimas mengerubungi Dimas.
“Dimas, kamu nggak kenapa napa, kan? Ayo kuobati,” Bagas khawatir.
“Nggak apa kok. Cuma sikuku berdarah.” Dimas menatap lukanya. Namun ia merasa menduduki sebuah benda silinder.
“Ooh… seruling!”
Sahabat-sahabatnya mengerubungi. Dimas memainkan seruling, seketika lukanya sembuh. Semua kaget dan heran,
“Hah?! Lu… lukanya?” Bagas tergagap.
“Mainkan lagi,” pinta Satria.
Dimas melakukannya. Tumbuhan yang tadinya layu menjadi subur.
“Kita harus merahasiakan ini,” kata Ludvi pelan.
Namun Rifki dkk. telah mendengarnya. Mereka sembunyi di balik pohon besar.
“Kita harus mencurinya,” bisik Rizal.
“HARUS BRO!!” seru Abel.
“Diam Bel! Kedengeran nanti” bisik Izzul agak kesal. Tapi, Satria sudah mendengarnya.
“Ada yang mau mencuri seruling ini. Ayo sembunyikan!”
Mereka berlari ke rumah Ludvi. Rifki mengerjar. Namun malah di culik oleh seorang penculik. Kawan-kawannya berteriak.
“RIFKI!!!”
Ludvi yang masih di teras rumah mendengar. Segera ia mengajak teman-temannya menolong.
“Teman-teman, sepertinya Rifki sedang dalam bahaya. Ayo kita tolong!”
“Buat apa sih, Lud? Dia kan udah jahat sama kita!” bantah Bagas kesal
pada Rifki dkk. Namun, akhirnya Bagas masih berbelas kasihan. Mereka
tiba di lapangan.
“Ada apa dengan Rifki?” tanya Satria bingung.
“Rifki di culik,” sahut Abel sedih. Tak jauh dari situ, Nampak seorang
menaiki mobil, ternyata itu penculik Rifki. “I.. itu penculiknya!” seru
Rizal marah.
“KEJAAR…!!!” teriak ketujuh anak itu berlari.
“Dimas, seruling!” sahut Izzul sambil berlari.
“Oh iya!” balas Dimas mengeluarkan seruling ajaib dari sakunya.
Dimas memainkannya. Dan seketika itu, sang penculik terangkat ke atas.
“Huwaa… apa ini? Tolong aku! Cepat!” penculik ketakutan
“Serahkan teman kami! Lalu kami lepaskan.” kata Ludvi geram.
“Ya! Baik baik! Aku janji tak akan menculik anak anak lagi. Sekarang turunkan aku.”
“Janji ya!” tegas Izzul menatap tajam penculik.
Dimas berhenti memainkan serulingnya. Sang penculik kabur. Sebelumnya, ia menyerahkan Rifki. Rifki terlihat sangat lega.
“Te… teman teman, makasih ya, sudah nyelamatin aku. Ng… Dimas, dan
kawan-kawan, makasih banyak udah nolong aku. Padahal kami sudah jahat
sama kalian. Dan maafin kami,” ujar Rifki tulus. “Mau ga jadi sahabat
kita?”
“Tentu saja mau, kawan!” Dimas mewakili teman-temannya sambil merangkul Rifki.
Tiba tiba ada anak berlari menghampiri Dimas dkk.
“Hei, kalian yang di sana!” panggil anak itu.
Lalu ia berkata pada Dimas, “Itu seruling milikku. Tolong kembalikan.” serunya sopan dan ramah.
Dimas dan yang lainnya terkejut. Ternyata itu milik anak itu. Dimas
memberikan seruling itu ke anak itu yang tadinya seruling itu Dimas
genggam.
Anak itu menatap serulingnya.
“Ini peninggalan dari kakekku. Tadi aku membawanya ke sini, ternyata terjatuh. Makasih, kalian sudah menemukannya.”
Sambil memberi senyum, anak itu memperkenalkan dirinya.
“Hai, namaku Novan!” katanya sambil mengulurkan tangan.
Bergantian mereka berkenalan. “Aku Dimas.” “Aku Rifki.” “Bagas.” “Satria.” “Abel.” “Rizal.” “Izzul.” “Aku Ludvi.”
Abel sambil menyengir, ia berkata
“Mau kan Novan jadi sahabat kita?”
Novan tak menyangka, ia senang sekali. Tak ragu ia mengiyakan.
“Mau dong! Aku kan suka punya teman banyak!”
Siang itu adalah siang yang berkesan. Di rumah Ludvi, mereka merayakan permulaan persahabatan mereka.
“Nih, es jeruk seger nya! Ayo ayo di minum. Kita rayain persahabatan kita!” seru Ludvi.
“Es sandalnya?” canda Bagas menirukan Dimas.
Mereka tergelak bebarengan. Sungguh, tak terlupakan selamanya!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar